Ironis! Tiga calon internal KPK tidak lolos seleksi calon pimpinan KPK. Mereka yakni Wakil Ketua KPK bidang penindakan Chandra M Hamzah, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan Jubir KPK Johan Budi.
Isu berkembang Chandra cs sengaja digusur. Rapat Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan KPK disetting sedemikian rupa sehingga Chandra dan Ade akhirnya dicoret untuk masuk seleksi berikutnya. Settingan dilakukan Patrialis Akbar?
Rapat Pansel untuk seleksi tahap dua pimpinan KPK digelar pada Rabu 27 Juli 2011. Rapat berlangsung semalam suntuk. Malam itu Pansel harus menyeleksi 17 orang dari 25 calon anggota komisioner KPK yang telah lolos seleksi sebelumnya.
Rapat digelar di lantai 7 Kementerian Hukum dan HAM. Rapat diikuti Ketua Pansel KPK Patrialis Akbar, Irjen Pol. M. H. Ritonga (wakil ketua), dan para anggota, Rhenald Kasali, Ichlasul Amal, Ronny R Nitibaskara, Saldi Isra, Akhiar Salmi, Amir Hasan Ketaren, Imam Prasodjo, dan Deliana Sajuti Ismudjoko. Sementara satu anggota Pansel, Erry Riyana Hardjapamekas, tidak hadir lantaran sedang berada di Kabul, Afghanistan.
Sumber detik+ menuturkan, rapat malam itu berlangsung menegangkan. Meski namanya seleksi makalah, tapi anehnya malam itu seleksi bukan hanya sekadar makalah. Malam itu 25 calon juga diseleksi secara personal atau di-tracking. Nah, dalam proses tracking inilah terjadi perdebatan panas.
Perdebatan sengit terjadi saat menyeleksi Chandra M Hamzah, Ade Rahardja, dan Johan Budi. Pasalnya beberapa anggota terutama Ketua Pansel KPK Patrialis Akbar ngotot tidak ingin meloloskan ketiga kandidat internal KPK itu.
Chandra, diminta tidak diloloskan karena dianggap pernah bermasalah saat kasus 'Cicak vs Buaya' tahun lalu. Deponeering yang dikeluarkan Kejagung dianggap sebuah legitimasi keterlibatan Chandra dalam kasus yang menghebohkan itu.
Sementara Ade ditolak beberapa anggota pansel sebab ada tudingan dari tersangka kasus suap Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin. Tudingan Nazar itu dianggap sebagai hal yang serius.
Adapun Johan ditolak sebab dianggap tidak memenuhi syarat karena belum berpengalaman di bidang hukum selama 15 tahun. Alasannya sebelum bertugas di KPK, Johan hanya seorang jurnalis.
Pendapat-pendapat itu terang saja mendapat tentangan dari sejumlah anggota Pansel yang lain. Mereka menganggap argumentasi untuk mencoret Chandra, Ade, dan Johan tidak tepat. Alasannya dinilai kurang mendasar.
Para penentang pencoretan menganggap masalah deponeering terhadap Chandra merupakan putusan yang sah di sistem peradilan Indonesia. Putusan itu dianggap paling tepat untuk menutupi malu Kejagung dan kepolisian yang kurang bukti dalam menjerat Chandra dan Bibit dalam kasus "Cicak vs Buaya".
Begitu juga pencoretan Ade yang dikaitkan dengan pernyataan Nazar. Pencoretan terhadap Deputi Penindakan KPK ini dianggap tidak tepat jika dikaitkan dengan pertemuannya dengan mantan bendahara umum Partai Demokrat (PD) itu. Sebab pertemuan Ade dan Nazar wajar saja karena saat itu keduanya sebagai mitra kerja di Komisi III DPR. Hal yang sama berlaku juga bagi Chandra.
Penolakan terhadap Johan juga aneh. Kenapa pengalaman Johan dalam masalah hukum baru dipertanyakan pada tahap ini. Seharusnya kalau dianggap tidak berpengalaman di bidang hukum, Johan dipermasalahkan saat seleksi administrasi, bukan seleksi makalah.
Namun argumentasi yang mengkritisi pencoretan Chandra, Ade dan Johan tidak digubris. Mayoritas anggota Pansel lebih memilih mengikuti pandangan Ketua Pansel Patrialis Akbar. "Dalam rapat malam itu Patrialis Akbar sangat dominan dalam menyetting jalannya rapat," kata sumber detik+.
Karena kelompok penentang kurang kuat malam itu, akhirnya pencoretan Chandra, Ade, dan Johan menjadi konsesus bersama Pansel. Tidak dilakukan voting terlebih dulu terhadap keputusan pencoretan Chandra cs.
Angggota pansel KPK, yang merangkap Sekretaris Pansel KPK Achmad Ubbe, mengakui adanya perdebatan terkait ketiga calon dari internal KPK. Hanya saja ia menolak membeberkan lebih detail seperti apa perdebatan itu, termasuk soal tidak dipilihnya Chandra, Ade dan Johan ke tahap berikutnya.
"Perbedaan pendapat itu biasa dalam demokrasi. Di Pansel pun dinamika tersebut terjadi. Tapi kesimpulan tetap diambil dengan bulat tidak ada voting," kata Ubbe kepada detik+.
Akhirnya Kamis 28 Juli 2011 sore, dalam rapat pleno keputusan rapat malam itu diumumkan Pansel meloloskan 17 orang dari 25 calon. Mereka yang lolos adalah Abdullah Hehamahua, Abraham Samad, Adnan Pandupradja, Anna Erliyana, Ryanto Sutadi, Bambang Widjojanto, Daniel Pangaribuan, Dharma Pongrekun, Egi Sutjiati, Fachmi, Gazalba Saleh, Genades Panjaitan, Handoyo Sudrajat, Idris, Sayid Fadhil, Yunus Husein, dan Zulkarnain. Sementara Chandra, Ade dan Johan serta beberapa calon lainnya gugur.
Meski sudah menjadi keputusan resmi Pansel KPK, Erry Riyana yang tidak hadir saat proses seleksi memberikan catatan. Khususnya soal tidak diloloskannya Chandra, Ade, dan Johan dalam seleksi makalah.
Tidak lolosnya Chandra cs tentu saja aneh. Sejumlah aktivis antikorupsi menilai janggal kalau ketiga kandidat tidak lolos dalam seleksi makalah. "Bila memang dikaitkan dengan pernyataan Nazar harusnya ketiganya dicoret saat dilakukan tracking dalam proses profile assessment. Bukan saat sesi makalah," kata Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto kepada detik+.
ICW melihat aneh jika tidak lolosnya ketiga kandidat dari internal KPK itu dikaitkan dengan Nazar. Apalagi penilaian yang dilakukan masih dalam tahap normatif yaitu makalah. Soal pembuatan makalah ini yang jadi penilaian soal gagasan yang original dan futuristik dalam pemberantasan korupsi ke depan. Sementara urusan profil diproses pada tahap ke-3, yakni saat seleksi profile assessment.
Kabar beredar Patrialis sangat berkepentingan menyingkirkan Chandra dan Ade untuk melindungi PAN. Terlebih akhir-akhir ini Ketua Umum PAN Hatta Rajasa tengah dibidik KPK terkait kasus korupsi KRL hibah dari Jepang yang merugikan negara Rp 11 miliar.
Chandra dan Ade selama ini dikenal garang dalam penanganan kasus. Maklumlah mereka berdua merupakan orang yang bertanggung jawab soal penindakan. Chandra menjadi Wakil Ketua Bidang Penindakan, sementara Ade menjabat deputi penindakan KPK.
Dikhawatirkan bila Chandra, Ade tetap menjadi pimpinan KPK maka kasus kereta api yang menyeret Hatta tentu akan tetap dilanjutkan. Beda cerita jika pimpinan KPK merupakan orang baru, kasus korupsi Hatta bisa saja tidak jadi prioritas atau bahkan dilupakan.
Patrilias enggan berkomentar soal tudingan menyetting agar Chandra cs tergusur dari pimpinan KPK. "Apa deeeh," jawab Patrialis saa diminta klarifikasi soal tudingan itu oleh detik+ .
Tapi sebelumnya, saat mengumumkan 17 calon yang lolos, Patrilialis menyatakan seleksi pimpinan KPK berlangsung secara profesional. "Mungkin saja mereka track record baik, tapi penulisan makalah tidak baik," kata Patrialis menanggapi tidak lolosnya Chandra cs.