ARAB SAUDI - Universitas terbesar di dunia khusus untuk wanita telah dibuka di Arab Saudi. Terletak di pinggiran ibukota negara, Riyadh, Universitas bernama Princess Nora bint Abdulrahman ini memiliki kapasitas hingga 50 ribu siswa.
Kampus ini berambisi meningkatkan akses perempuan terhadap program bisnis dan ilmu pengetahuan. Kampus di negara kaya minyak ini memiliki rumah sakit (RS) pendidikan, laboratorium, dan perpustakaan. Dibangun di atas tanah seluas 8 juta meter persegi, kampus ini berlokasi dekat bandara internasional King Khalid. Akan ada 15 fakultas dengan 700 tempat tidur di RS kampus.
Ambisi Arab dinilai sangat baik. Namun yang menjadi pertanyaan, apa yang akan terjadi pada para wanita ini setelah lulus? Pasalnya, meski banyak wanita Arab yang terdidik, angkatan kerja kaum perempuan hanya kurang dari 15 persen.
Menurut Nadya Khalife dari lembaga pemerhati Hak Asasi Manusia, Human Rights Watch, pembukaan universitas ini masih memerlukan pengujian. “Kita perlu menilai apakah fasilitas baru ini akan membuka ladang yang didominasi laki-laki,” kata Nadya seperti dikutip dari Guardian, Senin (30/5/2011).
Laporan Forum Ekonomi Dunia menunjukkan, pada 2010, Arab Saudi berada di urutan 129 dalam hal kesenjangan gender. Laporan atas 134 negara di dunia ini juga menunjukkan negara teluk ini mendapat skor nol untuk pemberdayaan politisi perempuan.
Pada Maret diumumkan bahwa larangan pemungutan suara bagi wanita Arab terus berlanjut. Selama ini, perempuan Arab hidup di bawah kendali wali laki-laki, biasanya ayah atau suami, karena tanpa otoritas dari ayah atau suami, para perempuan tidak diperkenankan bekerja. Mereka tidak diizinkan melakukan perjalanan jauh atau membuka rekening bank. Mereka tidak boleh meninggalkan rumah sendiri atau tidak mengenakan niqab, dan dilarang mengendarai mobil.
“Memastikan hak-hak perempuan di Arab Saudi bukan dengan membuka universitas yang besar. Ini tentang menjamin perempuan agar diperbolehkan mempelajari semua bidang dan mendapatkan pekerjaan di bidang tersebut,” kata Khalife.
Khalife menyayangkan, pemerintah Arab membuat janji-janji, misalnya tentang perempuan yang boleh menjadi pengacara, namun hanya dalam pekerjaan administrasi seperti mengambil kasus pengadilan. "Namun belum ada keputusan soal ini. Pembukaan universitas merupakan bukti pemerintah memiliki perhatian dalam mendidik perempuan, namun pemerintah juga harus melakukan banyak hal untuk mengatasi pembatasan kesempatan kerja terhadap perempuan,” katanya menegaskan.(rfa)
0 komentar:
Posting Komentar