Investor Rusia berminat untuk berinvestasi di wilayah Kalimantan dengan membangun rel kereta pengangkut batu bara sepanjang 135 kilometer. Nilai investasi untuk proyek tersebut ditaksir mencapai US$2,5 miliar dan membentang dari Kalimantan Tengah ke Kalimantan Timur.
"Melibatkan Pemerintah Daerah Kalteng dan Kaltim, nota kesepahaman atau memorandum of understanding akan ditandatangani pada saat kunjungan Presiden Rusia ke Bali pada East Asia Summit, November mendatang," kata Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, usai menerima kunjungan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, HE Alexander A Ivano, di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2011.
Pemerintah, lanjut Rizal, saat ini masih berkoordinasi bersama Pemda yang akan dilewati jalur itu. Selain itu, pemerintah akan memeriksa kesiapan perusahaan Indonesia yang akan menjadi rekan kerja Rusia.
"Kalau bisa, paling tidak 3-5 tahun setelah penandatanganan. Ada tahap-tahap yang harus dilewati, ini baru kesepakatan untuk membangun," ungkapnya.
Selama ini, kata Rizal, pihak Rusia melihat potensi bisnis batu bara di Kalimantan sangat besar. Namun, teknologi yang digunakan masih kurang memadai. Untuk mendukung rencana tersebut, pemerintah Indonesia bahkan siap membantu dalam hal yang terkait isu lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
"Ini bagian dari MP3EI. Saya kira, proyek kereta bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk batu bara, tapi juga penumpang," kata Rizal.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa, Dubes Rusia menyepakati peningkatan kerja sama bilateral dari sisi investasi dan perdagangan dengan Rusia.
"Perdagangan kedua negara masih di bawah US$2 miliar yaitu US$1,7 miliar. Tapi, tahun ini, 5 bulan pertama 2011 meningkat 50 persen dan sudah sampai US$1 miliar. Prediksi mencapai US$2 miliar sampai akhir tahun," ungkap Rizal.
Kesepakatan ini, dia melanjutkan, nantinya akan dituangkan dalam roadmap ekonomi kedua negara pada lima tahun ke depan, yang akan dibicarakan pada saat pertemuan antar menteri pada Oktober mendatang. Pertemuan ini adalah hasil dari kunjungan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo beberapa waktu lalu serta kunjungan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ke Rusia.
"Potensi ekspor Indonesia ke Rusia salah satunya minyak sawit mentah (CPO), tekstil, garmen, sepatu, dan elektronik. Produk-produk itu yang bisa bersaing dengan China, karena secara geografis, China diuntungkan karena lebih dekat," kata Rizal.
Selain itu, kata Rizal, impor terigu dari Rusia juga diharapkan untuk menambah alternatif selain dari Australia dan Turki, agar pasar dalam negeri bisa lebih kompetitif akibat peningkatan konsumsi non-beras ini.
"Penduduk Rusia 140 juta orang, pendapatan per kapita US$15.900, ini adalah pasar potensial," pungkasnya.
Investasi perusahaan Rusia di Tanah Air masih terbatas. Investasi itu dalam beberapa sektor, di antaranya transportasi, pergudangan, komunikasi dan sektor jasa lainnya. Namun, karena nilainya terlalu kecil, sehingga kedua negara sepakat untuk mengembangkannya. (art)
VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar